Chap 7:Memories
***
3rd Person POV
"Crekh!"
Lukas membuka mata. Perisai es menahan laju pisau pesulap bernama Pandora itu. Lukas melirik ke atas dan tersenyum lega.
"Bisakah kau datang sedikit lebih cepat?" gumam Lukas, di atas sirkus, Yuni berayun ke bawah dengan tali yang digantung di langit-langit tenda dan mendarat tepat di sebelah Lukas, tersenyum dan menepuk pundaknya.
"Lukas, gunakan ini untuk melawannya."
Yuni menjentikkan jarinya dan seketika itu juga perisai es itu berubah bentuk menjadi sebuah sabit es yang segera digenggam oleh Lukas. Pandora mengeluarkan rantai dan berlari ke arah Lukas, Lukas juga berlari menerjangnya. Stella dan Vonny hanya memperhatikan.
[Sekarang!]
Suara menggema dalam kepala Lukas, langsung saja ia mengayunkan sabitnya dan berhasil menggores kaki kanan Pandora hingga membuat darahnya menetes. Pandora bergerak mundur dan tertawa sinis.
"Dangkal..." ejeknya, Lukas tersenyum dan membuang sabit es-nya ke tanah.
"Asal ada 1 luka kecil, sudah cukup untuk membunuhmu..." Yuni mengepalkan tangannya dan seketika itu juga Pandora berteriak kesakitan, tubuhnya seperti tidak bisa bergerak.
"Arghh!" erangnya penuh dengan kesakitan, matanya melirik ke arah luka yang dibuat oleh Lukas.
Yuni membekukan setengah darah dalam tubuhnya! Tubuhnya tidak bisa bergerak, terasa sangat ngilu dan kaku, terasa bagai disengat oleh listrik ratusan Volt.
"Kau akan mati dalam lima menit." Yuni menurunkan tangannya dan melangkah ke arah Stella dan Vonny sementara Lukas mendekat ke arah Pandora dengan sabit es-nya, bersiap menggorok lehernya.
[Tunggu, Lukas!]
Lukas terdiam, ia menoleh ke arah pintu masuk tenda dan di sana Vivian berlari kecil memasuki tenda dan menaiki panggung, bergabung dengan Lukas, Stella, Vonny, dan Yuni. Grit menyusul dari belakang.
[Sudah kucoba untuk menahannya.]
Suara Grit menggema dalam kepala Lukas, ia mendesis pelan dan mendekati Pandora, berniat meneruskan aksinya. Apakah Pandora akan mati?
***
Vonny's POV*
[Walau kalian membunuhku, itu semua percuma saja... aku mencintai dia.]
Terdengar suara seseorang dalam kepalaku! Jangan-jangan...
"Lukas! Hentikan!"
Aku menggapai tangan Lukas dan menghentikannya, Lukas menatap dingin ke arahku dan bertanya: "Kenapa?"
Aku mendekati Pandora, aku sepertinya mengenal suara itu. Pandora mengeram dengan tubuhnya yang kaku dan tidak berdaya, namun semakin ia memberontak semakin bisa aku membaca pikirannya. Aku menoleh ke arah Vivian, ia mengangguk.
Dengan perlahan tanganku menjalar naik, meraih topeng Pandora dan menatap lekat-lekat ke mata yang tersembunyi di topeng tersebut, kemudian dalam hitungan detik aku melepas topeng tersebut. Sudah kuduga, dia adalah...
"Lama tidak berjumpa, Vivian."
"Andi..." Vivian bergumam dengan nada yang kurang menyenangkan.
***
Vivian's POV*
"Kenapa?" suaraku hampir tidak keluar, marah, kaget, sedih, dan kesal bercampur menjadi satu dalam hatiku. Kenapa seorang Andi, mantan teman sekelasku di SMP ingin menculik dan nyaris membunuhku dan teman-temanku?
"Huh... karena..."
"Kau mencintainya."
Aku berpaling ke arah Yuni, Yuni menatap Andi dengan tatapan seolah mengetahui semuanya. Andi tertunduk dan mendesah. Kemudian tertawa lantang. Aku kembali menatap ke arah Andi dengan tatapan tidak percaya, Andi tersenyum dan mengangguk cepat.
"Ya... aku mencintaimu sejak pertama kita sekelas, tapi kau tidak pernah sadar." aku Andi dengan tatapan yang berkaca-kaca. Aku tertegun, apa cowok itu
psycho? Dia hampir membunuhku dan sekarang ia bertutur kalau dia mencintaiku? Oh, This is so ridiculous!
"Apa jawabanmu... Vivian?"
Belum sempat aku berpikir betapa bodohnya orang ini ia sudah bertanya 'jawaban'? 'Jawaban' macam apa yang bisa kuberikan untuknya? Apa orang ini bodoh? Aku masih tidak mengucapkan sepatah katapun, diam...
"Uhhh. ARGHHHH!"
Belum selesai semua pikiran gila dalam benakku, Andi mengerang lagi, kali ini terdengar jauh lebih memilukan dan menyakitkan.
"Yuni!"
Grit berteriak ke arah Yuni, tapi Yuni menggelengkan kepalanya.
"Berani-beraninya kau menyentuh pacarku..."
Aku melihat ke pintu masuk, Novi dengan 'Pain Note' di tangannya memasuki tenda, sepertinya ia menulis nama Andi. Andi tidak menjawab, melainkan mengerang-erang terus menerus.
"Vivian... BUNUH AKU!"
Lukas melemparkan 'Death Note' dan Stella melemparkan sebuah balpoin padaku, haruskah aku membunuhnya? Tapi ia sendiri yang menyuruhku membunuhnya.
"Tolong... bunuh aku jika kau tidak mau memberikan jawaban."
[BUNUH DIA!]
Sebuah suara yang tidak pernah kudengar menggema dalam kepalaku, apa ini? Sekelilingku gelap... gelap...
***
3rd Person POV*
"Vi? Kamu kenapa?" Novi berlari ke arah Vivian, sejak menerima Death Note. Vivian terus diam mematung di tengah panggung. Vivian menyingkapkan rambut panjangnya dan semua orang di ruangan itu tertegun... mata Vivian yang biasanya berwarna hitam kecoklatan kini berwarna merah darah bagaikan mata Iblis.
"Matilah... Andi..."
Belum sempat ada seorangpun yang bicara, Andi sudah terbaring tidak bernyawa di tanah dengan nama 'ANDI' tertulis di Death Note. Vivian tertawa, tertawa penuh dengan kebencian.
"Orang ini bukan Vivian..." gumam Grit, mendekat ke arah Vivian. Vivian membuang Death Note dan bolpoin itu ke tanah, kemudian menerjang Grit hingga jatuh, kemudian hendak mencakar Grit dengan kukunya yang panjang.
"Maaf, Vivian..."
Waktu serasa berhenti, di detik berikutnya... tubuh Vivian terselubung oleh es. Ternyata Yuni sudah menggunakan Freeze Note miliknya. Grit bangkit dengan keringat mengucuri tubuhnya, sepertinya dia shock dengan tingkah sahabatnya itu tadi. Stella yang sejak tadi terdiam menatap ke arah Lukas, namun Lukas hanya tersenyum, senyum yang sangat sulit diartikan. Cuma sekilas, hanya sekitar 0,01 detik, tapi sepertinya Stella melihat mata Lukas bersinar kemerahan dan taringnya memanjang.
Apakah hati mereka semua akan berubah menjadi hati Iblis? Vivian, Lukas, siapa berikutnya?

POSTED BY ИσρнιЄ ѲЄι あやか AT 09:14 |
? Older posts
Newer posts ?